Thursday, March 23, 2017

UNDANG-UNDANG ZAKAT DI INDONESIA


UNDANG-UNDANG ZAKAT DI INDONESIA

A.    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.       Bahwa negara republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing;
b.       Bahwa menunaikan zakat merupa-kan kewajiban umat Islam yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujud-kan kesejahteraan rakyat;
c.       Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu
d.      Bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan ;
e.       Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a,b,c dan d, perlu dibentuk undang-undang tentang pengelolaan zakat;
Mengingat:
1.      Pasal 5 ayat (1). Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal34 Undang-undang Dasar 1945;
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara;
3.      Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang peradilan agama (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 60, tambahan lembaran negara nomor 3839)
Dengan persetujuan :
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Memutuskan :
Menetapkan :
Undang-undang tentang pengelolaan zakat
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.      Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpilan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2.      Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
3.      Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4.      Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat
5.      Agama adalah agama Islam
6.      Menteri adalah yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang agama.
Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dan amil zakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan:
1.      Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
2.      Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dapat upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosila;
3.      Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
BAB III
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal 6
1.      Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
2.      Pembentukan badan amil zakat:
a.       Nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b.      Daerah provinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
c.       Daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atau usul kepala kantor departemen atau kota;
d.      Kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
3.      Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif.
4.      Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu
5.      Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur pelaksana.
Pasal 7
1.      Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.
2.      Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB IV
PENGEMPULAN ZAKAT
Pasal 11
1.      Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
2.      Harta yang dikenai zakat adalah:
a.       Emas, perak, dan uang;
b.      Perdagangan dan perusahaan;
c.       Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d.      Hasil pertambangan;
e.       Hasil peternakan;
f.       Hasil pendapatan dan jasa;
g.      Rikaz
3.      Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
1.      Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki.
2.      Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzzaki yang berada di bank atas permintaan muzzaki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqoh, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal 14
1.      Muzzaki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.
2.      Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  muzzaki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzzaki untuk menghitungnya.
3.      Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB V
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 16
1.      Hasil pengumpulan  zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
2.      Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
3.      Persyaratan dan produser pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.

Pasal 17
Hasil penerimaan infak, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kifarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 18
1.      Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (5)
2.      Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota
3.      Unsur pengawas berkedudukan  di semua tingkatan badan amil zakat.
4.      Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan amil zakat.
Pasal 23
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
1.      Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengolahan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini
2.      Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya undang-undang ini, setip organisasi pengelola zakat yang telah ada wajib menyesuikan menurut ketentuan undang-undang ini.



BAB X
PENUTUP
Pasal 25
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundan undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[1]













B.     UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  : a.   bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
b.   bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c.   bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;
d.   bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam;
e.   bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat;

Mengingat    :  Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2.   Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3.   Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
4.   Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
5.   Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
6.   Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7.   Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
8.   Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9.   Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a.       syariat Islam;
b.      amanah;
c.       kemanfaatan;
d.      keadilan;
e.       kepastian hukum;
f.       terintegrasi; dan
g.      akuntabilitas.

Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a.   meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Pasal 4
(1)  Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2)  Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b.   uang dan surat berharga lainnya;
c.       perniagaan;
d.   pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
e.   peternakan dan perikanan:
f.    pertambangan;
g.   perindustrian;
h.   pendapatan dan jasa; dan
i.    rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Pasal 6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Pasal 7
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a.   perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b.   pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c.   pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d.   pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Bagian Kedua
Keanggotaan

Pasal 8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.

Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus:
a.       warga negara Indonesia;
b.      beragama Islam;
c.       bertakwa kepada Allah SWT;
d.      berakhlak mulia;
e.       berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f.       sehat jasmani dan rohani;
g.      tidak menjadi anggota partai politik;
h.      memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i.        tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a.   meninggal dunia;
b.   habis masa jabatan;
c.   mengundurkan diri;
d.   tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e.   tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.

Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.



Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota

Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.

Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat

Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b.   berbentuk lembaga berbadan hukum;
c.   mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d.   memiliki pengawas syariat;
e.   memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f.    bersifat nirlaba;
g.   memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h.   bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.







BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu
Pengumpulan

Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.

Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.

Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

                                                                       Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pendistribusian

Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.

Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.

Bagian Ketiga
Pendayagunaan

Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya

Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.

Bagian Kelima
Pelaporan

Pasal 29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PEMBIAYAAN

Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.

Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.

Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.

BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a.   meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan
b.   memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a.   akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b.   penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.




BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a.   peringatan tertulis;
b.   penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c.   pencabutan izin.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
LARANGAN

Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.

Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[2]





[1] Masduki, Ain suhada, (hukum zakat dan problematiuka pengelolaannya di era  kontemporer). Serang, press 2011
[2] http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&sqi=2&ved=0CDMQFjAB&url=http%3A%2F%2Ftentangzakat.files.wordpress.com%2F2007%2F11%2Fuu-no-38-tahun-1999-tentang-pengelolaan-zakat.doc&ei=h0fTUIXzGMXqrQfSxoCAAQ&usg=AFQjCNH4l_-E8ybp1KmOjGwUHhNvrEgI6Q&bvm=bv.1355534169,d.bmk

No comments:

Post a Comment

Mangga bisi nu arek masihan komentar mah :)