A.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.
Bahwa negara republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing;
b.
Bahwa menunaikan zakat merupa-kan kewajiban
umat Islam yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang
potensial bagi upaya mewujud-kan kesejahteraan rakyat;
c.
Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan
memperhatikan masyarakat yang kurang mampu
d.
Bahwa upaya penyempurnaan sistem
pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih
berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan ;
e.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada
butir a,b,c dan d, perlu dibentuk undang-undang tentang pengelolaan zakat;
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1). Pasal 20 ayat (1),
Pasal 29, dan Pasal34 Undang-undang Dasar 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka
penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara;
3.
Undang-undang nomor 7 Tahun 1987 tentang
peradilan agama (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 nomor 60,
tambahan lembaran negara nomor 3839)
Dengan
persetujuan :
Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Memutuskan
:
Menetapkan
:
Undang-undang
tentang pengelolaan zakat
BAB
1
Pasal
1
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpilan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
2. Zakat
adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
3. Muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat.
4. Mustahiq
adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat
5. Agama
adalah agama Islam
6. Menteri
adalah yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang agama.
Pasal
2
Setiap
warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki
oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal
3
Pemerintah
berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki,
mustahiq, dan amil zakat.
BAB
II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
4
Pengelolaan
zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pasal
5
Pengelolaan
zakat bertujuan:
1. Meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
2. Meningkatkan
fungsi dan peranan pranata keagamaan dapat upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosila;
3. Meningkatkan
hasil guna dan daya guna zakat.
BAB
III
ORGANISASI
PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal
6
1. Pengelolaan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
2. Pembentukan
badan amil zakat:
a. Nasional
oleh Presiden atas usul Menteri;
b. Daerah
provinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama
provinsi;
c. Daerah
kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atau usul kepala kantor
departemen atau kota;
d. Kecamatan
oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
3. Badan
amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat
koordinatif, konsultatif, dan informatif.
4. Pengurus
badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu
5. Organisasi
badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur
pelaksana.
Pasal 7
1. Lembaga
amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.
2. Lembaga
amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal
8
Badan
amil zakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan,
dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal
9
Dalam
melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung
jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal
10
Ketentuan
lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB
IV
PENGEMPULAN
ZAKAT
Pasal
11
1. Zakat
terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
2. Harta
yang dikenai zakat adalah:
a. Emas,
perak, dan uang;
b. Perdagangan
dan perusahaan;
c. Hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. Hasil
pertambangan;
e. Hasil peternakan;
f. Hasil
pendapatan dan jasa;
g. Rikaz
3. Penghitungan
zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum
agama.
Pasal 12
1. Pengumpulan
zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari
muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki.
2. Badan
amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzzaki
yang berada di bank atas permintaan muzzaki.
Pasal
13
Badan
amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqoh, hibah,
wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal
14
1. Muzzaki
melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan
hukum agama.
2. Dalam
hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) muzzaki dapat
meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan
bantuan kepada muzzaki untuk menghitungnya.
3. Zakat
yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat
dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
15
Lingkup
kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan
menteri.
BAB
V
PENDAYAGUNAAN
ZAKAT
Pasal
16
1.
Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai
dengan ketentuan agama.
2.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha yang produktif.
3.
Persyaratan dan produser pendayagunaan
hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
keputusan menteri.
Pasal
17
Hasil penerimaan
infak, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kifarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
BAB
VI
PENGAWASAN
Pasal
18
1.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal
6 ayat (5)
2.
Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung
oleh anggota
3.
Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
4.
Dalam melakukan pemeriksaan keuangan
badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal
20
Masyarakat dapat
berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan amil zakat.
Pasal
23
Dalam
menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat.
BAB
IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
1. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengolahan zakat masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini
2. Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya undang-undang ini,
setip organisasi pengelola zakat yang telah ada wajib menyesuikan menurut
ketentuan undang-undang ini.
BAB X
PENUTUP
Pasal 25
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundan undang-undang ini dengan
penempatannyadalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[1]
B.
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu;
b. bahwa menunaikan
zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat
Islam;
c. bahwa zakat
merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat;
d. bahwa dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat Islam;
e. bahwa
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai
dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
Dan
PRESIDEN
MEMUTUSKAN:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat
adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta
yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah
harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah
seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
6. Mustahik adalah
orang yang berhak menerima zakat.
7. Badan Amil Zakat
Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional.
8. Lembaga Amil Zakat
yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9. Unit Pengumpul
Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk
oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
10. Setiap orang adalah
orang perseorangan atau badan hukum.
11. Hak Amil adalah
bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional
dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.
12. Menteri adalah
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal
2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
Pasal
3
Pengelolaan
zakat bertujuan:
a. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Pasal
4
(1)
Zakat
meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia
lainnya;
b. uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan:
f. pertambangan;
g. perindustrian;
h. pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat
fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan
pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal
6
BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional.
Pasal
7
(1) Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan
hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Bagian
Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
Keanggotaan
Pasal 8
(1) BAZNAS terdiri
atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur
masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga
profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/ instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin
oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal
9
Masa
kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal
10
(1) Anggota BAZNAS
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS
dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan wakil
ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Pasal
11
Persyaratan untuk dapat diangkat
sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit
harus:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal 40 (empat puluh)
tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai
politik;
h. memiliki kompetensi di bidang
pengelolaan zakat; dan
i.
tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal
12
Anggota
BAZNAS diberhentikan apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa
jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat
melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi
syarat lagi sebagai anggota.
Pasal
13
Ketentuan
lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
(1) Dalam melaksanakan
tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga
BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS provinsi
dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS
kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur
atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau
kabupaten/kota masing-masing.
Pasal
16
(1) Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat
membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama
lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal
18
(1) Pembentukan LAZ
wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling
sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga
berbadan hukum;
c. mendapat
rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas
syariat;
e. memiliki kemampuan
teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program
untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit
syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal
19
LAZ
wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal
20
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan
perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB
III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam rangka
pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban
zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban
zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal
22
Zakat
yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan
kena pajak.
Pasal
23
(1) BAZNAS atau LAZ
wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran
zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
Pasal
24
Lingkup
kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat
wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal
26
Pendistribusian
zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian
Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
Pendayagunaan
Pasal 27
(1) Zakat dapat
didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan
zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan
Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat
menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian
dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan
tersendiri.
Bagian
Kelima
Pelaporan
Pasal 29
Pelaporan
Pasal 29
(1) BAZNAS
kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan
pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara
berkala.
(3) LAZ wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
(5) Laporan neraca
tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan
BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk
melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Hak Amil.
Pasal
31
(1) Dalam melaksanakan
tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Hak Amil.
(2) Selain pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal
32
LAZ
dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.
Pasal
33
(1) Pembiayaan BAZNAS
dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1),
dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB
V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi,
sosialisasi, dan edukasi.
BAB
VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat
berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan
b. memberikan saran
untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. akses terhadap
informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian
informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan
oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB
VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1),
Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. penghentian
sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII
LARANGAN
Pasal 37
LARANGAN
Pasal 37
Setiap
orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual,
dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan
lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Pasal
38
Setiap
orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan
pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang
berwenang.
BAB
IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap
orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat
sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Pasal
40
Setiap
orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal
41
Setiap
orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Pasal
42
(1) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.
BAB
X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat
Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan
tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai
terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat
Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada
sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah
dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai
LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan
tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal
45
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal
46
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
47
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.[2]
[1] Masduki,
Ain suhada, (hukum zakat dan
problematiuka pengelolaannya di era
kontemporer). Serang, press 2011
[2] http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&sqi=2&ved=0CDMQFjAB&url=http%3A%2F%2Ftentangzakat.files.wordpress.com%2F2007%2F11%2Fuu-no-38-tahun-1999-tentang-pengelolaan-zakat.doc&ei=h0fTUIXzGMXqrQfSxoCAAQ&usg=AFQjCNH4l_-E8ybp1KmOjGwUHhNvrEgI6Q&bvm=bv.1355534169,d.bmk
No comments:
Post a Comment
Mangga bisi nu arek masihan komentar mah :)