Tuesday, June 26, 2012
BANK UMUM
BANK
UMUM
Dahulu adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima
simpanan
dari masyarakat dan atau pihak lainnya, kemudian mengalokasikannya kembali
untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran. Fungsi-fungsi pokok bank umum :
dari masyarakat dan atau pihak lainnya, kemudian mengalokasikannya kembali
untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran. Fungsi-fungsi pokok bank umum :
a) menyediakan
mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi.
b) menciptakan
uang melalui pembayaran kredit dan investasi.
c) menghimpun
dana dan menyalurkannya kepada masyarakat.
d) menyediakan
jasa jasa pengelolaan dana dan trust atau wali amanat kepada individu dan
perusahaan.
e) menyediakan
fasilitas untuk perdagangan internasional.
f) memberikan
pelayanan peyimpanan untuk barang-barang berharga.
g) menawarkan
jasa jasa keuangan lain misalnya kartu kredit, cek perjalanan,
ATM, transfer dana, dan sebagainya.
Wholesale banking atau corporate banking adalah kegiatan
layanan bank kepada nasabah yang berskala besar. Layanan pada nasabah yang
besar (biasanya perusahaan-perusahaan besar) dibedakan dengan layanan kepada
individu.
Retail banking atau consumer banking adalah kegiatan layanan
bank kepada nasabah kecil dan menengah. ATM
adalah salah satu contoh layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan
menengah.
Private banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah
terkemuka dan orang-orang kaya yang lebih menyukai layanan secara khusus dari
bank.
REVITALISASI KESULTANAN BANTEN
REVITALISASI KESULTANAN BANTEN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kesultanan Banten, sama sekali
tidak bisa terhapus dari hamparan sejarah dunia. Ia ada tanpa dapat terbendung
karena ia mengalir bersama dahsyatnya gelombang sejarah. Lalu sejarah pula yang
menghendaki, Kesultanan Banten secara fisik dan politik lenyap, tetapi tidak
secara moral, emosional, dan kultural. Lenyapnya Kesultan Banten secara fisik
dan politik disebabkan oleh ulah tangan-tangan kaum yang, kata sejarah, orang Banten
mengutuknya. Meskipun demikian, fisik kesultanan Banten dengan segala
simbolnya, kearifan para sultan, kepahlawanan mereka, dan kegagahan mereka, termasuk
istana surosowan, kaibon, tirtayasa, dan pelabuhan Banten (Karangantu), masih
tetap melekat dibenak orang Banten. Seperti apa semua itu, sebetulnya ada dan
tergambar dibenak orang Banten.
Demikain pula orang-orang Banten
yang terusir, sultan, pangenan, dan para pejuang, di buang ke negeri nan jauh
sekalipun, bagi mereka sampai anak cucu dan keturunan meraka, bayang-bayang Kesultan
Banten selalu mentas dalam benak mereka. Pageran Abdullah, Sultan Safiudin, dan
lain-lain, serta para pejuang Geger Cilegon, diusir dan dibuang ketempat-tempat
yang pada masanya amat sangat jauh. Kini anak cucu keturunan mereka terpanggil
oleh Banten tempat leluhur mereka.
Orang Banten yang melihat
puing-puing bekas kota, istana, pasar, masjid, pelabuhan dan sebagainya, menyimpulkan
bahwa KesultananBanten itu besar, dan menyimpulkan pula bahwa kehancuranya senggaja dilakukan oleh orang-orang atau
bangsa serakah. Dihancukannya Surosowan, bukan hanya target penghancuran kota,
tetapi juga penghancuran struktur dan tatanan sebuah negeri yang punya
kepribaian. Para sultan itu lantas berketurunan, tetapi dengan lenyapnya
pranata geniologis yang lagi-lagi disegaja oleh orang-orang serakah, siapa
keturunan sultan, siapa keterunan orang-orang kepercayaan sultan, menjadi tidak
jelas atau bahkan diperebutkan dan diributkan.
Tetapi sisi penting, ternyata Kesultanan
Banten itu mempunyai daya dan kekuatan bathin yang menjadi spirit perjalanan
sejarah orang Banten. Terusirnya para sultan dan pangeran serta para pejuang Banten,
menyulut semangat juang orang Banten yang bukan sajaingin mempertahankan
negerinya tetapi sekaligus juga melawan bangsa pelakunya. Kejayaan KesultananBanten
yang berdaulat, kuat dalam politik, ekonomi, dan militernya, serta menjadi
pusat ilmu pengetahuan, seni , dan teknologi pada jamannya, menjadi spirit bagi
orang Banten untuk maju mengembalikan citra kejayaan itu. Puing-puing
peninggalan kesultanan sebagai akibat pengrusakan dan penghancuran, juga
menjadi spirit kepenasaran orang Banten, seperti apa gagahnya bangunan itu.
Spirit-spirit itulah yang menandai perjalan sejarah dan dinamika kehidupan
orang Banten.
Seorang sejarawan, Sartono
Kartodirdjo meyebutkan bahwa hampir sepanjang abad ke-19, di Banten, tiada hari
yang sepi dari pemberontakan rakyat melawan penjajah yang menghancurkanKesultanan
Banten. Perlawanan tersebut hampir seluruhnya dipimpin oleh para Kiyai dan
“bekas” pemimpin (pembesar) Kesultanan Banten. Bahkan dikatakan bahwa perisiwa Geger
Cilegon tahun 1888, salah satu pemicunya adalah kemarahan rakyat atas
kehancuran Kesultanan Banten. Lalu timbul pula spirit kemerdekaan bersama-sama
dengan “bekas” kerajaan di Nusantara.
Perjuangan rakyat Banten untuk
menjadi provinsi yang terjadi sejak tahun lima puluhan dan berhasil pada tahun
2000 (memasuki abad ke-21), spirit utamanya adalah Banten yang punya sejarah
jaya dizaman kesultanan. Betapa nyaring suara orang Banten, dengan menggenggam
spirit Kesultan Banten, hendak merubah nasib melalui pembentukan provinsi
sebagai daerah otonom selevel provinsi.
Gerak dinamis bidang pendidikan,
sosial, ekonomi, dan budaya, adalah juga terjadi karena spriti Kesultan Banten
sebagai pusat ilmupengetahuan, seni , ekonomi, dan budaya, disamping
spirit-spirit lainya, yaitu kesadaran masyarakat akan posisi wilayahnya.
Demikian pula pada dinamika pada bidang-bidang lain.
Berdasarkan fakta tersebut, efektifitas
spirit Kesultan Banten adalah hal yang amat penting. Apalagi menghadapi arus
modernisasi dan globalisai sekarang ini, meskipun sesungguhnya Kesultan Banten
dulu juga sudah modern dan global. Salah satu upaya efektifitasnya adalah
revitalisasi Kesultanan Banten, sebab menjadikan Kesulatan Banten sebagai
spirit membangun kini dan nanti, diperlukan jati diri dan kepribadian
(personaliti). Seperti apa jati diri yang dibangun itu, sebetulnya itulah yang
dimaksud dengan revitaslisasi. Bentuk kongkritnya seperti apa, harus dirumuskan
dengan sebaik-baiknya oleh forum khusus orang-orang yang punya gereget.
Terima kasih, Mohon Ma’af
Wassalamualaikum Wr. WB
TTD
Prof. Dr. H.M.A.
Tihami, M.A. MM.
Disampaikan
sebagai Keynote Speech padaSeminar Internasional Sejarah Banten, Hotel Sari Kuring
Indah Cilegon Banten, Selasa 12 Juni 2012.
Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur'an
Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur'an
SENI BACA AL-QUR’AN
( Refleksi: Dalam Kaitan Gebyar
MTQ Di S. Utara Tahun 2011 )
Drs. Khairul Akmal Rangkuti
Firman Allah dalam Al-Qur’an
Surat Al-Isra’: 9:
إِنَّ
هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ
الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar“.
Membaca Al-Qur’an dengan suara
yang indah tentu dambaan setiap muslim. Namun, keindahan itu tentu tidak akan
sempurna (atau bahkan berdosa) apabila membaca Al-Qur’an tidak sesuai dengan
kaidah bacaannya (ilmu tajwid). Lagu (Nagham) sebagai salah satu komponen
penghias Tilawah Al-Quran pun demikian, harus tetap menjaga bacaan
sesuai dengan ilmu membaca Al-Qur’an ( dalam hal ini adalah ilmu Tajwid ).
Dalam ilmu Tajwid sudah diatur bagaimana menyebut masing-masing huruf yang ada,
hukum panjang dan pendek, bacaan yang harus berdengung, hukum izhar, idgham,
iqlab, ikhfa’, dan hukum-hukum lainnya. Dalam membaca Al-Qur’an dapat
dilakukan dengan jahr (suara keras), sirr (lirih), atau di baca dalam hati.
Dalam Al-Qur’an disebutkan,
membacanya haruslah dengan tartil, sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Muzzammil ayat 4: ……. وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ
تَرْتِيلاً (Dan bacalah Al
Qur'an itu dengan perlahan-lahan ).
Pengertian membaca dengan
perlahan-lahan dapat dipahami dengan cara mujawwad dan tartil. Dalam
hal ini setidak-tidaknya mencakup enam unsur, yakni : bagus bacaannya,
bagus tajwidnya, bagus suaranya, bagus lagu dan variasinya, bagus pengaturan
nafasnya, serta bagus mimik wajahnya (sesuai dengan makna ayat yang dibaca).
Lalu, makna tartil itu sendiri
apa?. Sayyidina ‘Ali Karramallahu Wajhah menjelaskan sebagai berikut : Attartiilu
huwa tajwiidul huruf wa ma’rifatul wuquf, “ Tartil adalah membaguskan
huruf-huruf dan mengerti tentang tempat berhentinya bacaan”. Ada poin penting
yang perlu digaris bawahi dari pengertian yang disampaikan oleh Sayyidina ‘Ali
RA tersebut, “membaguskan huruf”. Keindahan bacaan huruf Al-Qur’an
hendaknya dijaga, bila tidak, kemungkinan besar akan merusak makna ayat yang
dibaca. Tersirat juga dalam “membaguskan huruf” ini hendaknya kita
menjaga agar tidak merusak makna Al-Qur’an, karena apa yang kita baca didengar
oleh Allah dan orang-orang mukmin di sekitar kita. Dari sini akhirnya muncul
unsur suara. Tidak heran kalau Rasulullah bersabda, artinya :
“Hiasilah Al-Qur’an dengan
suaramu karena suara yang merdu menambah keindahan Al-Qur’an” (HR Ad Darimi).
Dari Al Barra’ bin ‘Azib RA, ia
berkata : telah bersabda Rasulullah SAW :Artinya :”Hiasilah Al Quran dengan
suaramu” (HR Abu Dawud, An Nasa’i dan lain-lainnya).
Disini Jelaslah bahwa Al-Qur’an
dan Hadist sangat menganjurkan agar Al-Qur’an dibaca dengan bacaan yang bagus,
bahkan dengan suara yang merdu karena dengan begitu akan menambah nilai
keindahan Al-Qur’an. Suara yang bagus sudah tentu tidak lepas dengan irama yang
indah. Nabi Muhammad Bersabda, Artinya : “Bukanlah termasuk golonganku orang
yang tidak melagukan Al-Qur’an. “Bacalah Al Quran dengan luhun (lagu) dan
bentuk suara Arab” (HR Imam Malik dala kitabnya Al Muwatttha’ dan Imam Nasa’i
dalam sunannya, dari Abu Hudzaifah).
Hal ini diperkuat dengan firman
Allah dalam surat Al-A’raf ayat 204 :
وَإِذَا
قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
Dapat kita rasakan, betapa kita
tidak akan merasa nyaman apabila Al-Qur’an yang dibaca oleh seseorang tidak
memenuhi ketentuan bacaan yang benar, lebih-lebih bagi pendengar yang sudah
mengetahui hukum bacaan Al-Qur’an.
Orang yang beriman sangat gemar
mendengarkan bacaan Al Quran, terpanggil jiwanya untuk memahaminya, dan
mengkaji isi Al-Qur’an. Hatinya luluh akan keindahan ayat-ayat Al-Qur’an. Hati
yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Umar Ibnu Khattab RA saat beliau
mendengarkan bacaan Al-Qur’ an yang dikumandangkan oleh adik kandungnya Fatimah.
Allah SWT dalam firmannya
menggambarkan tentang sikap orang yang beriman:
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ
رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat
dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni`mat)
yang mulia.” (
Q.S. Al-Anfal: 2-4 ).
Dalam riwayat, banyak sekali diceritakan betapa besar pengaruh bacaan
Al-Qur‘an pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir. Tidak
jarang hati orang-orang kafir
yang pada awalnya keras dan marah kepada Nabi Muhammad SAW. akhrnya berbalik
menjadi lunak dan bersedia mengikuti ajaran Al-Qur’an.
Imam Al-Karmany mengatakan bahwa
membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an sunnah hukumnya, sepanjang tidak
menyalahi kaidah-kaidah Tajwid. Selanjutnya, Imam ibnu Jazari juga menegaskan
bahwa bacaan Al-Qur’an yang dapat memukau pendengarnya dan dapat melunakkan hati
adalah bacaan Al-Qur’an yang baik, bertajwid, dan berirama merdu. Tetapi, meski
gaya lagunya merdu namun tidak memperhatikan Ahkamul huruf, Makharijul huruf,
dan Shifatul hurufnya hokum-hukum lainnya, maka hukumnya haram.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Thabrani dan Imam Baihaqi dinyatakan :
“Bacalah Al Quran dengan lahan Arab (cara membaca yang baik dari pada orang Arab) dan cara-cara mereka dalam menyuarakannya. Jauhilah gaya lagu golongan fasiq dan hati-hatilah dari gaya lagu ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Sesungguhnya nanti akan datang beberapa kaum yang mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an hanya karena lagu seperti yang telah dilakukan para rahib (pendeta Yahudi dan Nasrani), seolah-olah mereka bukan membaca Al Quran, apa yang mereka baca tidak membekas pada diri mereka, pengagum-pengagum hanya diselimuti fitnah belaka”.
“Bacalah Al Quran dengan lahan Arab (cara membaca yang baik dari pada orang Arab) dan cara-cara mereka dalam menyuarakannya. Jauhilah gaya lagu golongan fasiq dan hati-hatilah dari gaya lagu ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Sesungguhnya nanti akan datang beberapa kaum yang mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an hanya karena lagu seperti yang telah dilakukan para rahib (pendeta Yahudi dan Nasrani), seolah-olah mereka bukan membaca Al Quran, apa yang mereka baca tidak membekas pada diri mereka, pengagum-pengagum hanya diselimuti fitnah belaka”.
Penutup Dan Himbauan.
Gebyar MTQ yang dilaksanakan
setiap tahunnya ( khususnya di Sumatera Utara ), diharapkan mampu menanamkan
semangat kepada ummat islam untuk lebih mencintai Al-Qur’an dan sekaligus
berupaya untuk mendalami dan mempelajarinya, baik belajar untuk memperbaiki
bacaan maupun belajar untuk mengetahui isi kandungannya.
MTQ yang sudah dilembagakan
menjadi tugas Nasional di Republik Indonesia ini, diharapkan tidak semata-mata
menjadi tugas rutin belaka, tetapi hendaknya mampu memberikan motivasi bagi
segenap masyarakat untuk berupaya menimba ilmu pengetahuan yang ada di dalam
Al-Qur’an. Untuk itu, sasarannya tidak hanya tertuju kepada generasi muda
islam. Tetapi, juga kepada orang-orang tua, termasuk pejabat setempat sesuai
dengan tingkatan dilaksanakannya MTQ tersebut.
Ada tanda tanya besar
dibenak penuulis: Apakah pimpinan di suatu Daerah dengan segenap jajarannya
yang diwilayahnya dilaksanakan MTQ sudah memiliki kemampuan membaca
Al-Qur’an ? atau kalau sudah bisa membaca Al-Qur’an, sudah benarkah bacaan
mereka ?. Jangan sampai para pejabat seperti papatah yang mengatakan tentang
Falsapah Lilin: Dia mampu menerangi sekitarnya, namun dirinya sendiri mengalami
kegelapan. Ironi dan sangat menyedihkan.
Untuk itu pelaksanaan MTQ
hendaknya tidak hanya sekedar rutinitas ritual belaka, tetapi jadikan MTQ
sebagai momentum untuk lebih giat mendalami dan mempelajari Al-Qur’an.
Himbauan……………..!
Mari terus belajar dan mendalami
ilmu-ilmu Al-Qur’an agar Al-Qur’an benar-benar menjadi petunjuk yang menyinari
kehidupan kita.
Ingatlah…………..! Orang bijak
mengatakan : Seorang muslim yang tidak pandai membaca Al-Qur’an tidak
ubahnya seperti orang yang punya perahu tapi patah dayungnya.
( Bila anda berkenan dengat
tulisan ini, silakan sampaikan pada teman-teman yang lain, semoga bermanfaat
)
Subscribe to:
Posts (Atom)