BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Bisnis adalah bagian dari kegiatan ekonomi. Didalam
bisnis pun dikenal istilah etika bisnis. Etika bisnis disebut juga dengan moral
bisnis yang memberikan sandaran dan motivasi bisnis dari aspek penilaian baik
dan buruk atau ide-ide tentang kebijakan, penghormatan, keadilan dan lain-lain. Tetapi moralitas bisnis
saja belum cukup untuk dapat menjalankan suatu usaha bisnis. Bisnis selalu
berkaitan dengan relasi antar individu dan kontrak/ kesepakatan kedua belah
pihak. Dalam hal ini tentu saja harus ada hukum yang disepakati bersama dalam
berbisnis. Karena itu hukum bisnis merupakan syarat utama agar bisnis dapat
berjalan lancar.
Setiap perkara yang berkaitan dengan dengan bisnis akan diselesaikan dengan
hukum bisnis yang berlaku.
Serang, 26 April 2012
(Penulis)
BAB
II
Pembahasan
A.
Etika Bisnis Yang Mendasari Dalam
Bidang Sirkulasi
Bisnis adalah bagian dari kegiatan ekonomi. Didalam bisnis
pun dikenal istilah etika bisnis. Etika bisnis disebut juga dengan moral bisnis
yang memberikan sandaran dan motivasi bisnis dari aspek penilaian baik dan
buruk atau ide-ide tentang kebijakan, penghormatan, keadilan dan lain-lain.
Tetapi moralitas bisnis saja belum cukup untuk dapat menjalankan suatu usaha
bisnis. Bisnis selalu berkaitan dengan relasi antar individu dan kontrak/
kesepakatan kedua belah pihak. Dalam hal ini tentu saja harus ada hukum yang
disepakati bersama dalam berbisnis. Karena itu hukum bisnis merupakan syarat
utama agar bisnis dapat berjalan lancer. Setiap perkara yang berkaitan dengan
dengan bisnis akan diselesaikan dengan hukum bisnis yang berlaku.
Adapun pengertian atau hakikat bisnis adalah kemampuan
mengelola perputaran uang[1].
Bisnis merupakan bentuk lahan usaha dari wirausaha. Bisnis tersebut dapat
bergerak diberbagai bidang seperti jasa, produsen atau pemasaran. Tetapi inti
dari bisnis itu adalah memutar uang yang ada (modal) melalui suatu lahan usaha
tertentu sehingga menghasilkan keuntungan . Bisnis atau kewirausahaan dapat
juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat menciptakan pekerjaan
berdasarkan sumber daya yang ada[2].
Jadi dilihat dari definisi tentang hakikat bisnis dan pengertian kewirausahaan,
dapat disimpulkan bahwa wirausaha itu berbeda dengan pekerja/karyawan. Pekerja melakukan kegiatannya dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan, dan dengan kontribusi tenaga dan keahliannya, ia mendapatkan gaji atau honor secara periodik. Pekerja tidak memperhitungkan resiko kegagalan dan kebangkrutan dari perusahannya. Sedangkan wirausaha lebih menekankan pada tugas-tugasnya dalam mengelola modal dan sumber daya yang ada agar mendapatkan keuntungan. Dalam berwirausaha inilah resiko kegagalan atau kebangkrutan mungkin harus diperhitungkan selain kemungkinan keuntungan yang diperoleh. Kewirausahaan juga memperhitungkan pengembangan usaha lebih lanjut, tantangan pasar dan persaingan serta kesempatan-kesempatan . Dengan tugas wirausaha yang multi dimensi inilah maka kemampuan yang seharusnya dimiliki wirausaha bukan hanya pengetahuan tetapi juga pengalaman, kreatifitas dan kepekaan dalam berbisnis. Untuk itu pembentukan mentalitas wirausaha merupakan langkah awal dalam melangkah kedunia bisnis.
dapat disimpulkan bahwa wirausaha itu berbeda dengan pekerja/karyawan. Pekerja melakukan kegiatannya dengan tugas-tugas yang telah ditetapkan, dan dengan kontribusi tenaga dan keahliannya, ia mendapatkan gaji atau honor secara periodik. Pekerja tidak memperhitungkan resiko kegagalan dan kebangkrutan dari perusahannya. Sedangkan wirausaha lebih menekankan pada tugas-tugasnya dalam mengelola modal dan sumber daya yang ada agar mendapatkan keuntungan. Dalam berwirausaha inilah resiko kegagalan atau kebangkrutan mungkin harus diperhitungkan selain kemungkinan keuntungan yang diperoleh. Kewirausahaan juga memperhitungkan pengembangan usaha lebih lanjut, tantangan pasar dan persaingan serta kesempatan-kesempatan . Dengan tugas wirausaha yang multi dimensi inilah maka kemampuan yang seharusnya dimiliki wirausaha bukan hanya pengetahuan tetapi juga pengalaman, kreatifitas dan kepekaan dalam berbisnis. Untuk itu pembentukan mentalitas wirausaha merupakan langkah awal dalam melangkah kedunia bisnis.
B.
Etika
Dan Hukum Bisnis Islam Dalam Perilaku Wirausaha
Islam memang
menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli. Namun tentu saja
untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut
menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana
seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan
berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan main perdagangan
Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang
Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan
mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang
Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT
di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun
pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.
Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:
1. Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan
usaha jual beli. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak
mcngada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain
sebagainya. Mengapa harus jujur? Karena berbagai tindakan tidak jujur selain
merupakan perbuatan yang jelas-jelas berdosa, –jika biasa dilakukan dalam
berdagang– juga akan mewarnal dan berpengaruh negatif kepada kehidupan pribadi
dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan tindakan
yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
2. Amanah (Tanggungjawab)
Setiap pedagang harus
bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang
yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu
menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di
pundaknya.
Sudah kita singgung
sebelumnya bahwa –dalam pandangan Islam– setiap pekerjaan manusia adalah mulia.
Berdagang, berniaga dan ataujual beli juga merupakan suatu pekerjaan mulia,
lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat
akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan kehidupannya.
Dengan demikian, kewajiban dan tanggungjawab para
pedagang antara lain: menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat
dengan harga yang wajar, jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang
memadai. Dan oleh sebab itu, tindakan yang sangat dilarang oleh Islam
–sehubungan dengan adanya tugas, kewajiban dan tanggung jawab dan para pedagang
tersebut– adalah menimbun barang dagangan.
3. Tidak Menipu
Dalam suatu hadits
dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar. Hal ii lantaran pasar atau
termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di
dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan,
perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.
Sabda Rasulullah SAW:
“Sebaik-baik tempat adalah
masjid, dan seburk-buruk tempat adalah pasar”. (HR. Thabrani)
“Siapa saja menipu, maka ia
tidak termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus
dengan nama Allah. Dan jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah fatal.
dengan nama Allah. Dan jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah fatal.
Oleh sehab itu, Rasulululah
SAW selalu memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau
berpromosi secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata agar
barang dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang pedagang berani
bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.
4. Menepati Janji
Seorang pedagang juga
dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun di
antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya
kepada Allah SWT.
Janji yang harus ditepati
oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya; tepat waktu pengiriman,
menyerahkan barang yang kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau
spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi layanan puma jual,
garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama
para pedagang misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
5. Murah Hati
Dalam suatu hadits,
Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati dalam
melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopan santun,
murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab.
6. Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah
perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat Islam adalah perdagangan
akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan dunia. Maka
para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan dirinya
semata-mata untuk mencari keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan
akhirat. Sehingga jika datang waktu shalat.
C.
Konsep Jual Beli Dalam Islam
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh
laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam.
Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
Keuntungan
bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah
dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal
yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi rodusen sendiri dan manusia secara
keseluruhan.
Keberkahan
ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam
kegiatan produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan
menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka
panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya
permintaan.[3]
Islam
melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu
semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk
aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus, dijadikan
sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi
khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi. Abdurrahman bin Auf adalah salah
satu contoh sahabat nabi yang lahir sebagai seorang mukmin yang tangguh berkat
hasil pendidikan di pasar. Beliau menjadi salah satu orang kaya yang amanah dan
juga memiliki kepribadian ihsan.
Konsep jual beli dalam Islam diharapkan menjadi cikal bakal dari sebuah sistem pasar yang tepat dan sesuai dengan alam bisnis. Sistem pasar yang tepat akan menciptakan sistem perekonomian yang tepat pula. Maka, jika kita ingin menciptakan suatu sistem perekonomian yang tepat, kita harus membangun suatu sistem jual beli yang sesuai dengan kaidah syariah Islam yang dapat melahirkan khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi ini. Hal tersebut dapat tercipta dengan adanya kerjasama antara seluruh elemen yang ada di pasar, yang disertai dengan kerja keras, kejujuran dan mampu melihat peluang yang tepat dalam membangun bisnis yang dapat berkembang dengan pesat.
D.
Asas Teori Perdagangan Islam
Asas perdagangan Islam adalah Islam itu
sendiri, yang meliputi tiga aspek pokok yaitu aqidah, akhlaq dan hukum (yang
dalam fiqih Islam yaitu pembahasan mu'amalah). Asas aqidah merupakan dasar yang
tidak dapat dihindari dalam teori ekonomi Islam yang cabangnya termasuk
perdagangan. Pengerian aqidah adalah ketetapan (pegangan) yang tidak diragukan
oleh penganutnya, lebih tegasnya adalah kepercayaan yang tidak dicampuri
keraguan apapun oleh penganutnya. Allah berfirman (artinya) : Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi(QS. Al-Baqarah 2 : 284). Sementara pada ayat yang lain
menyebutkan bahwa manusia adalah pemilik harta, sebagaimana firmanNya (artinya)
: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan
harta sesama kamu dengan cara yang bathil (QS Al-Nisa' 4 : 29). Dari dua
firman diatas dapat difahami bahwa pemilik sesungguhnya dari apa saja yang di
langit dan di bumi serta isinya adalah Allah, sementara kata "kamu" dengan yang dimaksud manusia, menujukkan bahwa peran
manusia dalam pemanfaatan hara hanyalah sebagai khalifah (wakil)Nya. Sehingga
aqidah sebagai asas perdagangan mempunyai pengertian meyakini bahwa manusia
adalah wakil Allah di bumi (khalifah Allah fi al-ardhi), kemudian keyakinan itu
dimanifestasikan dalam bentuk pelaksanaan tugas-tugas kehkalifahan sesuai
dengan aturan (syari'at)Nya. Selanjutnya asas akhlaq (etika) menjadi pendukung
dan pengatur motivasi serta tujuan yang tidak dijangkau oleh hukum, sehingga
tata hubungan antar manusia dalan urusan mu'amalat tetap terjaga dengan baik.
Adapun asas hukum menjadi ketentuan tingkah laku lahiriah aktivitas
bermu'amalat.
E.
Karakteristik Perdagangan Islam
Perdagangan sebagai salah satu sarana kegiatan
ekonomi yang secara tegas sah (halal) menurut Islam, maka ia mempunyai beberapa
karakteristik, antara lain :
1. Harta
Kepunyaan Allah dan Manusia Khalifah Harta.
2. Terikat
dengan Aqidah, Syari'ah (Hukum) dan Akhlaq (Moral).
3. Seimbang
antara Keruhanian dan Kebendaan.
4. Adil
dan Seimbang dalam Melindungi Kepentingan Ekonomi Individu dan Masyarakat.
5. Tawassuth
dalam Memanfaatkan Kekayaan.
6. Kelestarian
Sumber Daya Alam.
7. Kerja
(Tidak Menunggu).
8. Zakat.
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Bisnis
adalah bagian dari kegiatan ekonomi. Didalam bisnis pun dikenal istilah etika
bisnis. Etika bisnis disebut juga dengan moral bisnis yang memberikan sandaran
dan motivasi bisnis dari aspek penilaian baik dan buruk atau ide-ide tentang
kebijakan.
Aturan main perdagangan
Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang
Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan
mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang
Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT
di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun
pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.
Daftar Pustaka
§ Ahmad
Asyhar Shafwan Perdagangan Dalam Perspektif Theologi, Etika
& Hukum Islam. November 2010
§ Tyas U. Soekarsono
, Are You An
Entrepreneur dalam Are You An Entrepreneur? (Bekasi: Pustaka Inti, 2005), hal. 4
[2] Tyas U. Soekarsono , Are You An Entrepreneur
dalam Are You An Entrepreneur? (Bekasi:
Pustaka Inti, 2005), hal. 4
No comments:
Post a Comment
Mangga bisi nu arek masihan komentar mah :)